Da'wah ini tidak mengenal sikap ganda ia hanya mengenal satu sikap TOTALITAS. Siapa yang bersedia untuk itu maka ia harus hidup bersama da'wah dan da'wah pun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barang siapa yang lemah dalam memikul beban ini ia terhalang dari pahala besar mujahid dan tinggal bersama orang-orang duduk. Lalu Allah SWT akan menggantikan mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan sanggup memikul beban dakwah ini

Kamis, 01 Oktober 2009

Misi dakwah kita :perubahan dan perbaikan (At-taghyir wal ishlah)


Ikhwan wa akhawat fiddin rahimakumullah…
Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari penaklukan kota dan negeri di era dakwah Rasulullah SAW? Mungkin banyak sekali. Di situ ada pelajaran tentang keberanian, ketaatan, pengorbanan, konsistensi, dan masih banyak hal lain.

Namun, ada satu hal menarik untuk kita simak. Yaitu, di hampir setiap penaklukan kota dan negeri, cara kekerasan selalu pada pilihan terakhir. Tidak ada politik bumi hangus, asal hukum, dan sebagainya. Setidaknya, hal itu terlihat pada penaklukan terbesar pada sejarah dakwah rasulullah SAW, yaitu Fathu Makkah.


“Siapa yang masuk ke Masjidil Haram, ia selamat. Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, ia juga selamat.” Begitulah kira-kira hawa perdamaian dan keselamatan yang ditebarkan Rasulullah SAW pada penduduk Makkah. Sebuah komunitas yang pernah begitu besar melakukan permusuhan terhadap diri dan misi Nabi SAW.

Inilah pola baru dalam penaklukan yang dikenal masyarakat waktu itu. Karena umumnya, penaklukan selalu berujung pada penghancuran, balas dendam, dan sejenisnya. Logika ini pula yang pernah disampaikan Ratu Bailqis ketika mengomentari strategi apa untuk menghadapi dakwah Nabi Sulaiman.
قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ [النمل/34]
“Dia berkata, “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang muia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.” (QS. An-Naml : 34)

Ali bin Abi Thalib RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW soal strategi jitu menaklukkan Khaibar. Saat itu, ia memang dapat amanah memimpin Perang Khaibar.
يا رسول الله أقاتلهم حتى يكونوا مثلنا ؟ فقال ( انفذ على رسلك حتى تنزل بساحتهم ثم ادعهم إلى الإسلام وأخبرهم بما يجب عليهم من حق الله فيه فوالله لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من أن يكون لك حمر النعم
“Ya Rasulullah, apakah mereka langsung kita perangi sampai mau (masuk Islam) seperti kami? Rasulullah SAW bersabda, “Berlaku tenanglah sampai di kawasan mereka, lalu dakwahilah mereka kepada Islam. Kabarkanlah kepada mereka hal-hal yang wajib mereka lakukan atas hak-hak Allah. Demi Allah, jika Allah menunjuki seseorang lewat dakwahmu, maka yang demikian itu lebih baik bagimu, melebihi ghanimah besar yang terdiri dari hewan ternak terbaik.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Saudaraku yang dirahmati Allah…
Pelajaran itu adalah: dakwah Islam tidak sekadar melakukan perubahan, tapi juga perbaikan. Hal itulah yang pernah diungkapkan Nabi Syu’aib AS soal dakwahnya. Firman Allah SWT:
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ [هود/88]
“…Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku, melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali.” (QS. Hud : 88)

Perubahan dan perbaikan itu seolah-olah dua muka pada sebuah koin. Dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Perubahan tanpa perbaikan seperti orang yang berjalan tanpa arah, dan perbaikan tanpa perubahan seperti menuangkan air ke dalam ember yang bocor.

Bukanlah perubahan tanpa perbaikan, dan tak ada perbaikan tanpa diiringi perubahan.

Ayyuhal ikhwah…
Dengan kata lain, perubahan yang kita inginkan bukan perubahan artifisial. Bukan sekadar ganti kulit, sementara isinya masih tetap ular. Karena itulah, syumuliyatud da’wah harus terus kita jaga. Baik dari segi objek, bentuk, sarana, maupun pengembangannya.

Sebelum kita mengarahkan objek dakwah kepada orang lain, terlebih dahulu diri sendiri, istri, dan anak harus menjadi objek utama. Jangan seperti calo bus di sebuah terminal, berteriak-teriak supaya orang lain naik bus, tapi ketika bus berangkat, ia tetap saja diam di terminal.

Allah SWT mengingatkan kita untuk tidak seperti orang Yahudi yang kehilangan konsistensi terhadap diri sendiri.
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ [البقرة/44]
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri. Padahal kamu membaca Alkitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?" (QS. Al-Baqarah : 44)

Saudaraku yang dicintai Allah…
Allah SWT memberikan kita begitu banyak pengalaman soal bentuk dakwah yang cocok di lahan Indonesia ini. Mulai dari gerilnya yang memunculkan begitu banyak pengalaman kewaspadaan, era kelembagaan yang mengajarkan kita cara efektif bersosialisasi, dan era politik yang membuka begitu banyak pintu peluang.

Allah SWT begitu memudahkan kita melalui bentuk-bentuk dakwah itu, memberikan kepada kita khazanah pengalaman yang begitu mahal. Bahkan, teramat mahal, yang mungkin tidak dialami negeri-negeri lain yang juga mengusung dakwah ini. Dari situ, kita bisa menimbang dan menakar seperti apa mestinya dakwah yang produktif untuk negeri ini.

Ikhwati fillah…
Kita semua yakin bahwa tak seorang pun dari kita yang ingin mengecilkan partai dakwah ini. Tak seorangpun dari kita yang ingin mengecilkan peran dakwah ini. Tak seorang pun dari kita yang antipolitik seraya ingin tetap dalam bentuk dakwah gerilya. Sebagaimana tak seorang pun dari kita yang ingin melupakan bentuk dakwah di masa awal dulu dengan asyik duduk menikmati kemewahan panggung politik. Namun, parsialisasi dakwah kadang muncul bersamaan dengan dominasi subjektivitas dakwah.

Ketika kebersamaan tergilas oleh obsesi individu, ketika amal jama’i terpinggirkan oleh superioritas orang per orang, ketika keputusan atau ijtihad pribadi bisa mengalahkan hasil syura yang penuh berkah; saat itulah dakwah menjadi begitu kerdil, parsial, dan artifisial.

Bahkan mungkin, na’udzubillah, sesama satu gerakan dakwah bisa saling meniadakan antara sati pelaksana dengan pelaksana yang lain. Antara satu program dengan program yang lain.

Ikhwan fiddin rahimakumullah…
Imam Syahid Hasan Al-Banna pernah memberi nasihat kepada kita “Dakwah ini tidak menerima persekutuan. Sebab, tabiatnya adalah keterpaduan. Maka, siapa yang siap, ia harus hidup bersama dakwah dan dakwah pun hidup bersamanya.”

“Sebaliknya, siapa yang tidak sanggup memikul beban ini, ia akan terhalang dari pahala para mujahidin, tertinggal bersama orang-orang yang tertinggal, duduk bersama orang-orang yang hanya duduk-duduk. Dan, Allah SWT akan mengganti dengan generasi lain yang sanggup memikul beban dakwah ini.”

Saudaraku yang dicintai Allah…
Fathu Makkah adalah diantara buah dakwah Nabi SAW yang didahului dengan keringat, darah, dan air mata. Namun beratnya perjalanan itu tidak menjadikan dakwah kehilangan kebijaksanaan dan kasih sayang. Justru melahirkan dakwah begitu matang dan dewasa.

Dalam hala apa pun: kepemimpinan, keterpaduan, kesolidan, program perubahan dan perbaikan, serta keteladanan adalah untuk generasi dakwah yang akan datang.

0 komentar:

Posting Komentar

 

simkuring

Foto saya
orang biasa yang mempunyai mimpi luar biasa

barudak