Akhi dan ukhti fillah…
Coba simak firman Allah SWT ini :
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (40) الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ (41) [الحج/40، 41]
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS. Al-Hajj : 40-41)
Ayat ini adalah janji Allah kepada kita. Dan janji itu diungkapkan berulang kali dalam Al-Qur’an. Mari kita simak surat Muhammad ayat 7 berikut ini.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (7) [محمد/7]
" Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad : 7)
Akhi dan ukhti fillah…
Siapapun yang konsekuen membela agama ini, Allah memberi jaminan kemenangan. Allah SWT berfirman:
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا (160) [النساء/160]
"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal." (QS. Ali Imran : 160)
Ayat di atas adalah janji Allah yang pasti terjadi. Hati yang beriman dan jiwa yang penuh dengan cahaya basirah akan menangkap firman Allah ini sebagai jaminan yang pasti dipenuhi. Tidak tersisa sedikitpun keraguan bahwa pembela agama Allah pasti akan mendapatkan kemenangan.
Akhi dan ukhti yang dicintai Allah…
Untuk mendapatkan kemenangan itu, Allah memberikan kriteria yang cukup spesifik, sederhana, dan jelas. Kreterianya ada empat, yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan kepada yang makruf, dan melarang dari yang mungkar.
Syarat ini cukup mudah dan simpel. Tetapi kalau kita teliti, ternyata ayat tersebut berbicara tentang integrityas yang diindikasikan dengan empat kriteria utama di atas.
1. Mendirikan Shalat
Akhi dan ukhti fillah…
Mereka yang berhak mendapatkan pertolongan Allah bukan sekadar mampu mengerjakan kewajiban-kewajiban tersebut dalam kondisi yang biasa-biasa saja. Yang Allah katakan adalah orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka, mereka melakukan itu semua.
Sebelum kita membahas tentang empat hal itu, mari kita perhatikan prasyaratnya. Melakukan shalat, zakat, dan tetap memperjuangkan kebenaran dalam kondisi berkuasa dan memiliki posisi, ternyata tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Betapa banyak orang-orang yang apabila disibukkan oleh pekerjaan-pekerjaannya, mereka menawar kedisiplinan dalam shalat. Dengan mudah meninggalkan shalat jamaah dengan berbagai alasan. Bahkan, untuk alasan yang sepele: tanggung, rapatnya tinggal satu poin lagi.
Akhi dan ukhti fillah…
Mari kita renungkan hadits berikut ini. Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda”
سووا صفوفكم فإن تسوية الصفوف من إقامة الصلاة
“Luruskanlah saf-saf kalian, karena lurusnya saf adalah bagian dari pendirian shalat” (HR. Bukhari, Juz 1 hlm. 254)
Beliau mengatakan bahwa meluruskan saf adalah bagian dari mendirikan shalat. Kita telah mengetahui bahwa mengerjakan shalat tidak sama dengan mendirikan shalat. Yang dituntut dari kita adalah mendirikan shalat. Kalau meluruskan barisan shalat saja merupakan bagian dari mendirikan shalat, tentu saja tidak mungkin kita mendirikan shalat jika tidak ada safnya. Artinya, shalat yang tegak adalah shalat berjamaah.
Kembali ke ayat 41 surat Al-Hajj tadi bahwa syarat pertama otg-orang yang Allah tolong adalah mereka tetap disiplin shalat berjamaah bagaimanapun sibuknya.
Akhi dan ukhti fillah…
Kalau berkaca pada sejarah Islam, kita temukan bahwa mereka yang berhasil mengangkat panji-panji Islam di berbagai peperangan adalah orang-orang yang disiplin dalam shalat berjamaah. Misalnya, Muhammad Al-fatih yang mampu menaklukkan Konstantinopel, ibu kota Bizantium. Diriwayatkan bahwa setelah beliau memasuki Kota Konstantinopel (sekarang Istanbul), mereka shalat berjamaah. Sebelumnya Muhammad Al-fatih bertanya, “Siapa diantara pasukan Islam ini yang sejak baligh sampai sekarang belum pernah tertinggal shalat Subuh berjamaah, supaya dia maju menjadi imam.” Tidak ada yang menjawab. Sampai akhirnya beliau sendiri berkata, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikanku sejak baligh sampai sekarang belum pernah meninggalkan Shalat Subuh berjamaah.”
Di masa kini, kita juga mendapat contoh yang sama. Perdana Menteri Palestina, Ismail Haniyah yang terpilih dalam jajak pendapat Islam online sebagai pemimpin Islam terbaik, juga bukan hanya disiplin shalat berjamaah, bahkan beliau adalah imam masjid yang mengimami shalat tarawih sepanjang Ramadhan tahun lalu. Dan bacaan beliau dikenal begitu menyentuh sehingga jamaah khusyuk dan banyak yang menangis tersentuh bacaan Al-Qur’an beliau.
Akhi dan ukhti fillah…
Kita juga menemukan bahwa fenomena futur dalam shalat adalah indikator utama degradasi dalam peralihan generasi. Allah SWT berfirman:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) [مريم/59]
"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan," (QS. Maryam : 59)
Ayat ini bercerita tentang generasi yang melanjutkan generasi pilihan yang Allah ceritakan pada ayat 58 sebelumnya; generasi para nabi dan pengikut-pengikutnya yang setia. Masalah yang dihadapi oleh generasi-generasi teladan adalah mereka tidak dilanjutkan oleh generasi selanjutnya dengan kualitas keimanan yang sama. Allah menyebutkan masalah yang pertama dalam generasi tersebut adalah mereka menyia-nyiakan shalat. Di sini kita bisa lihat bahwa shalat adalah kriteria pertama yang Allah sebut dalam syarat kemenangan. Dan juga shalat adalah indikator terpenting yang muncul dalam kemunduran sebuah umat.
2. Menunaikan Zakat
Akhi dan ukhti fillah…
Syarat kedua adalah menunaikan zakat. Ini adalah syarat penting dan bukti utama kebenaran iman. Dalam terminologi Al-Qur’an dan Sunnah, kata az-zakat sering diwakili dengan istilah sedekah, seperti pada surat At-taubah ayat 58 dan ayat 103. Karena itu, Rasulullah SAW menyatakan:
والصدقة برهان
“Sedekah adalah bukti” (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (Juz 2 hlm.406) menyebutkan bahwa sedekah adalah bukti pembenaran orang beriman dan dalil kebenaran imannya secara lahir dan batin.
Keimanan adalah klaim yang perlu dibuktikan kebenarannya. Zakat adalah bentuk kerelaan untuk memberi dan untuk sedikit berkurban.
Zakat juga sebuah mekanisme paten untuk sebuah keberpihakan yang konkret kepada orang lemah dan miskin. Oleh karena itu, yang pertama disebut dalam masharif az-zakat (distribusi zakat) adalah fakir dan miskin. Karena itulah, Rasulullah SAW bersabda tentang pelaksanaan zakat:
صدقة في أموالهم تؤخذ من أغنيائهم وترد على فقرائهم
“Sedekah dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari sini bisa kita tangkap bahwa orang-orang yang Allah tolong adalah mereka yang menunaikan zakat sebagai bukti konkret keimanan, berkorban dan memberikan pelayanan kepada orang-orang fakir dan lemah. Dan dapat kita pahami bahwa orang-orang yang Allah beri kedudukan di muka bumi layaknya adalah orang-orang yang sangat jelas kapabilitasnya dalam memberikan servis kepada orang-orang lemah secara khusus dan kepada seluruh rakyat secara umum.
3 dan 4. Memerintah Kebaikan dan Melarang Kemungkaran
Akhi dan ukhti fillah…
Syarat berikutnya adalah memerintahkan kepada al-ma’ruf. Dan ini bisa dikatakan sebagai the prime mission umat Islam (QS. Ali Imran : 110). Artinya, kalau kekuasaan tidak dapat berdampak positif langsung kepada penyebaran kebaikan dan mengeliminasi kemungkaran, maka itu adalah kecelakaan sejarah bagi sebuah bangsa. Artinya, komitmen untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan serta perlawanan terhadap kemungkaran adalah prasyarat mutlak yang harus dipenuhi untuk layak tampil sebagai pemimpin umat.
Sering terjadi dalam perjalanan umat ada segolongan orang yang berjuang merebut kekuasaan. Mereka meminta dukungan masyarakat dengan janji mereka akan menegakkan agama Allah. Akan tetapi, ketika kesempatan u. menyeru dan membela agama Allah sdh ada di tangan, mereka disibukkan oleh kepentingan masing-masing. Kondisi tersebut mirip dengan kondisi yang disebut dalam surat At-taubah ayat 75-77:
وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آَتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ (75) فَلَمَّا آَتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ (76) فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (77) [التوبة/75-77]
"Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta." (QS. At-Taubah : 75-77)
Orang yang berjanji, “Kalau saya berkuasa, saya akan menegakkan kebenaran,” lebih berat dari pada orang yang berjanji, “Kalau saya kaya, saya akan bersedekah.” Sehingga ancaman hukuman sebagai orang munafik layak bagi mereka jika tidak memenuhi janji-janjinya setelah berkuasa, dan lebih berat dari pada ancaman orang yang berjanji bersedekah setalah kaya, tapi tidak memenuhinya.
Akhi dan ukhti fillah…
Akibat ingkar janji seperti itu bukan main-main: tumbuh kemunafikan di dalam hati kita. Betapa celakanya orang yang mendapatkan hukuman ini. Karena, tempat orang munafik adalah kerak terendah di dalam neraka. Na’udzu billah min dzalik.