Da'wah ini tidak mengenal sikap ganda ia hanya mengenal satu sikap TOTALITAS. Siapa yang bersedia untuk itu maka ia harus hidup bersama da'wah dan da'wah pun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barang siapa yang lemah dalam memikul beban ini ia terhalang dari pahala besar mujahid dan tinggal bersama orang-orang duduk. Lalu Allah SWT akan menggantikan mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan sanggup memikul beban dakwah ini

Jumat, 11 Desember 2009

0 komentar

Pandu Qurani (bagian 2)

B.Pandu Qur’ani menebar kebaikan

Ummat Islam dikeluarkan Allah untuk manusia.Artinya ummat Islam dirancang untuk membawa manfaat yang seluas-luasnya untuk manusia.Manfaaat itu diwujudkan dengan amar ma’ruf nahi munkar.Amar ma’ruf adalah setiap upaya menumbuhkan dan memelihara kebaikan dan sumber-sumbernya baik fisik maupun non fisik.Sebaliknya nahi munkar adalah setiap upaya mencegah,menghentikan dan memberantas kerusakan dan sumber-sumbernya baik fisik maupun non fisik.Dalam syariat Islam dikenal apa yang disebut dengan Maqaashid Asy-Syarii’ah Al-Khamsah yaitu lima objek perlindungan syariat yaaitu; agama, akal, jiwa, harta benda, dan kehormatan.

Amar ma’ruf nahi munkar akan langgeng jika dilandasi iman kepada Allah dan sebaliknya iman kepada Allah mengharuskan amar ma;ruf nahi munkar.Allah berfirman:”Kalian sebaik-baik ummat yang dikeluarkan bagi manusia, menyerukan kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah keburukan (nahi munkar) dan kalian beriman kepada Allah”.Qs:3:110

Pandu Qur’ani adalah pelayan ummat yang kebaikannya senantiasa diharapkan.Diantara mereka terdapat pemimpin publik, guru, aleg, praktisi hukum, muballigh, relawan kemanusiaan dsb.Pandu qur’ani adalah penolong manusia setiap saat seperti yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dan sahabatnya ketika di keheningan malam di Madinah terdengar suara meminta pertolongan.Para sahabat yang mendengarnya bergegas menuju sumber suara namun ditengah jalan bertemu Rasulullah yang telah kembali dan mengatakan bahwa masalahnya sudah teratasi.Atau seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khaththab yang berlomba membereskan rumah seorang nenek tua yang hidup sendirian.

Pandu Qur’ani pemburu cinta Allah yang terinsfirasi berita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam;”sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”.Kesalihan Pandu Qur’ani membuahkan karya dan perbuatan (al-‘amal) dengan manfaat sosial yang sebanyak-banyaknya.

C.Jihad Pandu Qur’ani

Allah jalla wa ‘alaa mengutus RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam membawa risalah agung agar dimenangkannya atas segala agama dan isme-isme buatan manusia.
Allah berfirman:
“Dialah (Allah) yang telah mengutus RasulnNya dengan petunjuk dan Din yang haq agar dimenangkannya atas din-din (agama-agama) yang lain, dan cukuplah Allah yang menjadi saksinya”.Qs:48:28.

Ini adalah proyek sangat besar yang diserukan Allah atas orang-orang beriman, Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman jadilah penonlong-penolong (agama)Allah, sebagaimana Isa bin Maryam berkata:”Siapakah penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?”Pengikut-pengikut yang setia itu berkata:”Kamilah penolong-penolong (agama) Allah”, lalu segolongan dari Bani Israel beriman dan segolongan lain kafir;maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”.Qs:61:14.

Mega proyek ini telah dirintis dan diletakkan pondasi bangunannya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabat beliau radliallahu ‘anhum sebagai pola bagi penerus-penerus sampai ke akhir zaman.Allah berfirman:
“Muhammad Rasulullah, dan orang-orang yang bersamamnya bersikap keras terhadap oang-orang kafir dan penuh kasih sayang antar sesama mereka.Engkau melihat mereka rukuk dan sujud dengan mengharap keutamaan dan keridlaan dari Allah.Ciri mereka terdapat tanda sujud di wajah.Itulah perumpamaan mereka di dalam Taurat dan Injil, bagaikan tanaman yang mengeluarkan tunas dan menyanggahnya, maka ia (tunas itu) menguat, lantas (tanaman itu) berdiri kokoh diatas cabang-cabangnya yang membuat kagum para petani, agar orang-orang kafir murka terhadap mereka.Allah menjanjikan ampunan dan ganjaran yang agung bagi orang-orang beriman dan beramal saleh dari mereka”.Qs:48:29.

Penegakan agama Allah berbanding lurus dengan kebencian orang-orang musyrik.Allah berfirman:
”Dialah (Allah) yang telah mengutus RasulNya dengan petunjuk dan Din yang haq agar dimenangkannya atas din-din yang lain walau orang-orang musyrik membencinya”.Qs:9:33,Qs:61:9.

Pandu qur’ani berjuang menegakkan bangunan Islam dan sendi-sendi ajarannya dalam kehidupan nyata, dan menempatkan diri sebagai pembela dari serangan-serangan yang bermaksud meruntuhkannya.Sepanjang masa Allah senantiasa menghadirkan para pembela agamaNya dari ekspresi kebencian orang-orang musyrik.Allah berfirman:
“Wahai orang-orang beriman, barang siapa diantara kalian berpaling dari agamanya maka Allah akan mendatangkan satu kaum yang Allah cintai, dan merekapun mencintai Allah, bersikap tinggi di hadapan orang-oraang kafir dan merendahkan diri terhadap orang-orang beriman.Mereka berjihad di jalan Allah tanpa takut dicela.Itulah keutamaan Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendakiNya.Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui”.Qs:5:54.

Pandu qur’ani hidup dalam tiga kesalehan yaitu: kesalehan ta’abbudi, kesalehan sosial, dan kesalehan prajurit sejati.Ali bin Abi Thalib mengungkapkan kesalehan ini dengan kalimat pendek;”rahib di malam hari penunggang kuda disiang hari (ruhbaanun billail fursaanun binnahar)”

(bersambung)

Sabtu, 05 Desember 2009

0 komentar

Amal Dakwah Yang Profesional


- الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ(3)ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ(الملك4)

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” Al Mulk:3-4

Kata profesional (itqaan) artinya teliti, sungguh-sungguh, serius, rapi dan sempurna. Tidak ada di dalamnya main-main. Semua perbuatan Allah mutqin. Maka ciptaan-Nya sangat sempurna. Ayat di atas menggambarkan salah satu contoh dari kesempurnaan ciptaan Allah. Imam Ash Shuyuthi menulis sebuah buku berjudul ”Al Itqaan fii uluumil Qur’an”. Dan siapapun yang membaca buku ini, benar-benar tahu bahwa buku tersebut mencerminkan judulnya. Apa saja yang berkenaan dengan ilmu-ilmu Al Qur’an dibahasa oleh Imam Ash shuyuthi secara mendalam. Tidak hanya itu, buku ini sangat lengkap, mencakup berbagai pembahasan yang berkenaan dengan Ulumul Qur’an –ilmu-ilmu tentang Al Qur’an-. Para ulama mengatakan bahwa buku inilah yang paling pertama dan sempurna membahas tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al Qur’an. Siapapun yang ingin memahami seluk-beluk Al Qur’an, sangat di anjurkan –kalau tidak mau dikatakan diwajibkan- membaca buku ini.

Allah Tidak Pernah Main-main

Ayat di atas menggambarkan betapa Alah swt. dalam menciptakan langit benar-benar rapi dan seimbang. Tidak cacat sedikitpun. Perhatikan Allah menantang siapa saja, untuk melihat dan melihat sekali lagi. Lihatlah dengan kaca mata biasa atau lihatlah dengan kaca mata tehnologi yang paling canggih. Itu semua akan membuktikan bahwa penciptaan langit benar-benar sempurna. Dari ayat ini nampak beberapa makna yang penting untuk kita garis bawahi dalam pembahasan ini:

Pertama, bahwa Allah swt. tidak pernah main-main dalam segala ciptaan-Nya. Setiap ciptaan Allah di alam semesta ini adalah mengagumkan. Maka sungguh tidak masuk akal jika kamudian manusia main-main. Tidak bersungguh-sungguh mentaati Allah swt.

Coba renungkan, alasan apa untuk kita main-main? Akal sehat yang mana yang mengatakan bahwa semua ciptaan yang demikian agung ini tujuannya hanya untuk tertawa-tawa, makan-minum-tidur? Sebegitu serius Allah menciptakan langit, lalu kemudian manusia yang diam di bawahnya tidak pernah memperhatikannya. Kalaupun memperhatikannya dan melakukan penelitian untuknya tetapi semua penelitian itu tidak untuk mengenal Pencipta-Nya, melainkan hanya sekedar untuk menjadi dokumentasi pengetahuan belaka.

Yang lebih celaka lagi, adalah justru setelah menyaksikan keagungan angkasa raya, malah mengatakan semua itu terjadi dengan sendirinya, tanpa ada yang menciptakan-Nya? Benarkan kerapian sistem yang demikian luar biasa ini terjadi dengan sendirinya? Akal sehat yang mana yang mau menerima pernyataan bahwa itu terjadi dengan sendirinya?

Di dalam Al Qur’an Allah swt. selalu mengingatkan tentang bukti-bukti keagungan ciptaan-Nya, supaya manusia tahu bahwa tidak mungkin itu terjadi tanpa ada yang menciptakannya. Dalam surat Ar Rahman Allah swt. secara khusus mengulang-ulang pertanyaan untuk menggugah akal manusia. Menggugah agar melihat bahwa semua itu karena Allah swt. yang mengaturnya. Bahkan pertanyaan-pertanyaan itu diulang sampai 31 kali. Dan di antara yang Allah sebutkan adalah penciptaan langit, Allah berfirman:
”Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” Ar Rahman 7-9.

Sungguh luar biasa keseimbangan yang Allah tegakkan. Karena itu Allah berpesan dalam ayat ini: Janganlah sekali-kali kamu melanggar keseimbangan ini. Sebab sedikit kita melanggar, pasti akan membawa malapetakan, tidak saja kepada lingkungan di mana kita hidup, tetapi kapada diri kita sendiri. Akibat lebih jauh, Allah sangat murka kepada orang-orang yang asal-asalan berbuat di muka bumi. Asal-asalan maksudnya tidak mau ikut aturan yang telah Allah letakkan. Kemurukaan Allah –kalau tidak segera dibalas dengan taubat- tentu pada gilirannya dilanjutkan dengan adzab-Nya. Itulah yang pernah Allah tunjukkan kepada kaum Aad, Tsamud dan kaum Fir’aun.

Perhatikan betapa setiap perbuatan yang didasarkan atas main-main pasti akan membawa malapetaka terhadap kemanusiaan. Karena itu tidak ada pilihan dalam mejalani ketaatan kepada Allah kecuali bersungguh-sungguh dengan penuh keseriusan tanpa sedikitpun main-main.

Kedua, bahwa Allah menantang ”challange” siapapun untuk benar-benar mengecek kerapian ciptaan-Nya. Mengapa? Supaya manusia tahu bahwa semua itu tidak pantas dibalas dengan main-main. Tapi sayangnya, masih banyak, bahkan mayoritas manusia yang main-main. Karena itu seorang mu’min dalam menegakkan ibadah kepada Allah jangan asal-asalan. Dalam pembukaan surah Al Mu’minun ketika Allah swt. menyebutkan ciri-ciri orang beriman hakiki, menyebutkan di antaranya bahwa shalat harus khusyu’ (alladziina hum fii shalaatihim khaasyi’un) bukan asal shalat. Imam Ibnu Taimiyah mengatakan dalam buknya ”Majmu’ Fatawa”, bahwa khusyu’ dalam shalat merupakan kwalitas yang harus dicapai. Sebab Allah swt. dalam surat Al Mu’minun tersebut menjadikannya sebagai syarat untuk mencapai kebahagiaan. Artinya seseorang tidak akan bisa meraih kebahagiaan jika shalatnya tidak khusyu’.
Dalam banyak ayat mengenai shalat, Allah swt. selalu menggunakan kata aqaama – yuqiimu yang artinya menegakkan. Dalam pembukaan surat Al Baqarah misalnya Allah berfirman: wayuqiimuunash shalaata. Mengapa Allah tidak berfirman: wayushalluuna? Imam Al Jashshash dalam tafsirnya ”Ahkamul Qur’an” membahas rahasia ungkapan ini secara mendalam dan panjang lebar. Kesimpulannya bahwa di dalam kata aqaama-yuqiimu terkandung maknan keharusan menegakkan dengan serius dan sungguh-sungguh. Maksudnya bahwa seseorang dalam menegakkan shalat harus benar-benar memenuhi hak shalat, rukun dan khusyu’nya, ketepatan waktunya, dikerjakan secara berjamaah di masjid, wudhu’nya pun sebagai syarat sahnya shalat harus juga benar. Tempat dan pakaian harus bersih dan suci. Semua itu adalah gambaran dari kesungguhan seseorang dalam menegakkan shalat.

Keharusan Profesionalisme Dalam Berdakwah

Bila dalam ayat di atas Allah swt. menunjukkan bahwa segala ciptaan-Nya sangat rapi, itu menunjukkan bahwa tidak benar seseorang dalam menyembah Allah asala-asalan. Apalagi dalam berdakwah kepada-Nya, yang segala gerak dan arahnya sangat berkaitan dengan selamat tidaknya orang banyak. Maksudnya bila seseorang berdakwah ke jalan yang salah, berapa banyak manusia yang tersesat karenanya. Sebaliknya bila seseorang berdakwah ke jalan yang benar, maka sungguh begitu banyak manusia yang akan menikmati buah keselamatan karenanya.

Para ulama terdahulu terkenal dengan keitqaanannya (baca: jiwa profesional) dalam mencari ilmu, mendokumentasikan dan mengamalkannya. Berbagai buku yang mereka tulis dalam berbagai bidang: tafsir, hadits, kedokteran, sejarah dan sebagainya semua mencerminkan bahwa itu semua merupakan buah kerja keras yang sangat serius. Bukan kerja main-main dan asal-asalan. Bahwa itu lahir dari spirit kesadaran amanah yang kelak di hari Kiamat pasti akan mereka pertanggungjawabkan. Mereka takut kalau ternyata ilmu yang mereka berikan salah.

Karena itu banyak kisah-kisah yang sangat mengesankan tentang perjuangan mereka dalam berdakwah dan mencari Ilmu. Disebutkan bahwa Imam Al Ahmad bin Hanbal pernah berjalan kaki sejauh 30 ribu mil untuk mencari hadits. Disebutkan bahwa Iman Ibnu Hibban berlajar hadits dari 2000 syaikh.
Di lapangan dakwah kita tidak bisa melukiskan dengan kata-kata bagaimana agungnya pengorbanan para sahabat, para tabiin dan para ulama untuk mengajarkan dan menyebarkan ajaran Allah di muka bumi. Tidak terhitung dari mereka yang mati syahid dalam berbagai pertempuran karena membela agama Allah. Tidak sedikit dari para ulama yang meninggalkan tanah air mereka untuk mengajarkan hukum-hukum Allah. Bahkan banyak dari mereka yang meniggal dunia di tempat yang jauh dari negeri kelahiran mereka.

Bila kita teliti dari perjuangan Rasulullah saw. para sahabat dan para salafush shaleh dalam berdakwah, ada beberapa ciri yang menunjukkan keitqaanan yang mereka lakukan.

1. Mereka benar-benar serius mencari ilmu dan mengajarkannya. Mereka tahu bahwa agama ini tidak mungkin tegak tanpa pemahaman yang benar. Karenanya masalah ilmu bagi para ulama adalah fondasi utama yang harus dicapai sebelum langkah-langkah lainnya.
2. Mereka benar-benar paham Islam secara komprehensif, karenanya mereka mengajarkan agama Islam secara utuh, bukan sepenggal-sepenggal.
3. Mereka benar-benar berkorban waktu, pikiran, tenaga dan bahkan jiwa raga dalam berusaha dalam menyebarkan ajaran Allah.
4. Mereka benar-benar jujur dalam berdakwah. Artinya mereka tidak hanya mengajak orang lain mentaati Allah, melainkan mereka sendiri bersunggu-sungguh mengamalkannya.
5. Mereka benar-benar paham bahwa dakwah bukan hanya bicara dan pidato, melainkan kesungguhan bergerak secara kolektif dan kerjasama, dalam bentuk organisasai yang rapi.
6. Mereka benar-benar berusaha menyatukan umat Islam, bukan memecah belah di antara mereka. Sebab mereka tahu bahwa keberkahan dan pertolongan Allah akan turun ketika umat ini bersatu. Pun mereka tahu bahwa dakwah yang benar adalah ajakan istiqamah mengamalkan Islam, bukan ajakan fanatik kepada golongan.
7. Lebih dari itu, mereka benar-benar ikhlash dalam beramal menyebarkan Islam. Sebab mereka tahu bahwa kunci sukses dalam mendapatkan kemenangan adalah ikhlas. Pun mereka tahu bahwa Allah tidak akan menurunkan bantuan-Nya tanpa keikhlasan. Lebih jauh bahwa syetan tidak akan mampun menghalang-halangi langkah-langkah dakwah selama para pelaku dakwan berjiwa ikhlas.

Inilah beberapa ciri itqaan dalam berdakwah, dari sini nampak bahwa keharusan membangun spirit itqaan dalam beramal di lapangan dakwah adalah prinsip yang tidak bisa disepelekan. Wallahu a’lam bishshawab.

0 komentar

Agar Futur tidak Menghantui


“Dan berapa banyak Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Saudaraku…

Pengikut yang bertaqwa adalah mereka yang tidak menjadi lemah karena bencana, ujian, ketidakberuntungan yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh Allah dan Allah menyukai orang-orang yang bersabar.

Ada fenomena kelesuan atau futur dalam dimensi aqidah dan umumnya terjadi karena pergeseran orientasi hidup, lebih berorientasi pada materi duniawi an sich. Dan ada juga dalam dimensi ibadah dengan lemahnya disiplin -indhibath- terhadap amaliyah ubudiyah yaumiyah (harian). Adapun dalam dimensi fikriyah terlihat dengan lemahnya semangat meningkatkan ilmu. Di sisi lain pergeseran adab islami menyelimuti akhlaq mereka, belum lagi rasa jenuh dalam mengikuti aktivitas tarbawiyah atau pembinaan keislaman dan hubungan yang terlalu longgar antar lawan jenis.

Dalam hidup akan banyak ditemui bermacam jalan. Kadang datar, kadang menurun, kadang pula meninggi. Begitu pula dalam perjalanan dakwah. Ada saatnya para muharrik (orang yang bergerak) menemui jalan yang lurus dan mudah. Namun tidak jarang menjumpai onak dan duri. Hal demikian juga terjadi pada muharrik. Suatu saat ia memiliki kondisi iman yang tinggi. Di saat lain, iapun dapat mengalami degradasi iman. Tabiat manusia memang menggariskan demikian.

Dalam kondisi iman yang turun ini, para muharrik kadang terkena satu penyakit yang membahayakan kelangsungan gerang langkah dakwah. Yaitu penyakit futur atau kelesuan.

Saudaraku…

Futur berarti putusnya kegiatan setelah kontinyu bergerak atau diam setelah bergerak, atau malas, lamban dan santai setelah sungguh-sungguh.

Terjadinya futur bagi muharrik, sebenarnya merupakan hal yang wajar. Asal saja tidak mengakibatkan terlepasnya muharrik dari roda dakwah. Hanya malaikat yang mampu kontinyu mengabdi kepada Allah dengan kualitas terbaik.

Firman Allah, “dan kepunyaan-Nyalah segala apa yang di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak pula merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada hentinya.” (Al-Anbiya: 19-20)

Karena itu Rasulallah sering berdoa:

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku akhirnya. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik amalku keridhaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik hariku saat bertemu dengan-Mu.”

Penyebab Futur

Walaupun futur merupakan hal yang mungkin terjadi bagi muharrik, ada beberapa penyebab yang dapat menyegerakan timbulnya:

Pertama, berlebihan dalam din (Bersikap keras dan berlebihan dalam beragama)

Berlebihan pada suatu jenis amal akan berdampak kepada terabaikannya kewajiban-kewajiban lainnya. Dan sikap yang dituntut pada kita dalam beramal adalah washathiyyah atau sedang dan tengah-tengah agar tidak terperangkap dalam ifrath dan tafrith (mengabaikan kewajiban yang lain).

Dalam hadits yang lain Rasul bersabda:

“Sesungguhnya Din itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulitnya kecuali akan dikalahkan atau menjadi berat mengamalkannya.” (H.R. Muslim)

Karena itu, amal yang paling di sukai Allah swt. adalah yang sedikit dan kontinyu.

Kedua, berlebih-lebihan dalam hal yang mubah. (Berlebihan dan melampaui batas dalam mengkonsumsi hal-hal yang diperbolehkan)

Mubah adalah sesuatu yang dibolehkan. Namun para sahabat sangat menjaganya. Mereka lebih memilih untuk menjauhkan diri dari hal yang mubah karena takut terjatuh pada yang haram. Berlebihan dalam makanan menyebabkan seseorang menjadi gemuk. Kegemukan akan memberatkan badan. Sehingga orang menjadi malas. Malas membuat seseorang menjadi santai. Dan santai mengakibatkan kemunduran. Karena itu secara keseluruhan hal ini bisa menghalangi dalam amal dakwah.

Ketiga, memisahkan diri dari kebersamaan atau jamaah (Mengedepankan hidup menyendiri dan berlepas dari organisasi atau berjamaah)

Jauhnya seseorang dari berjamaah membuatnya mudah didekati syaitan. Rasul bersabda: “Setan itu akan menerkam manusia yang menyendiri, seperti serigala menerkam domba yang terpisah dari kawanannya.” (H.R. Ahmad)

Jika setan telah memasuki hatinya, maka tak sungkan hatinya akan melahirkan zhan (prasangka) yang tidak pada tempatnya kepada organisasi atau jamaah. Jika berlanjut, hal ini menyebabkan hilangnya sikap tsiqah (kepercayaan) kepada organisasi atau jamaah.

Dengan berjamaah, seseorang akan selalu mendapatkan adanya kegiatan yang selalu baru. Ini terjadi karena jamaah merupakan kumpulan pribadi, yang masing-masing memiliki gagasan dan ide baru. Sedang tanpa jamaah seseorang dapat terperosok kepada kebosanan yang terjadi akibat kerutinan. Karena itu imam Ali berkata: “Sekeruh-keruh hidup berjamaah, lebih baik dari bergemingnya hidup sendiri.”

Keempat, sedikit mengingat akhirat (Lemah dalam mengingat kematian dan kehidupan akhirat)

Saudaraku…

Banyak mengingat kehidupan akhirat membuat seseorang giat beramal. Selalu diingat akan adanya hisab atas setiap amalnya. Kebalikannya, sedikit mengingat kehidupan akhirat menyulitkan seseorang untuk giat beramal. Ini disebabkan tidak adanya pemacu amal berupa keinginan untuk mendapatkan ganjaran di sisi Allah pada hari yaumul hisab nanti. Karena itu Rasulullah bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”

Kelima, melalaikan amalan siang dan malam (Tidak memiliki komitmen yang baik dalam mengamalkan aktivitas ’ubudiyah harian)

Pelaksanaan ibadah secara tekun, membuat seseorang selalu ada dalam perlindungan Allah. Selalu terjaga komunikasi sambung rasa antara ia dengan Allah swt. Ini membuatnya mempersiapkan kondisi ruhiyah atau spiritual yang baik sebagai dasar untuk bergerak dakwah. Namun sebaliknya, kelalaian untuk melaksanakan amalan, berupa rangkaian ibadah baik yang wajib maupun sunnah, dapat membuat seseorang terjerumus untuk sedikit demi sedikit merenggangkan hubungannya dengan Allah. jika ini terjadi, maka sulit baginya menjaga kondisi ruhiyah dalam keadaan taat kepada Allah. kadang hal ini juga berkaitan dengan kemampuan untuk berbicara kepada hati. Dakwah yang benar, selalu memulainya dengan memanggil hati manusia, sementara sedikitnya pelaksanaan ibadah membuatnya sedikit memiliki cahaya.

Allah berfirman: “Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah ia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 40)

Keenam, masuknya barang haram ke dalam perut (Mengkonsumsi sesuatu yang syubhat, apalagi haram)

Ketujuh, tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan. (Tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dakwah)

Setiap perjuangan selalu menghadapi tantangan. Haq dan bathil selalu berusaha untuk memperbesar pengaruhnya masing-masing. Akan selalu ada orang-orang Pendukung Islam. Di lain pihak akan selalu tumbuh orang-orang pendukung hawa nafsu. Dan dalam waktu yang Allah kehendaki akan bertemu dalam suatu “fitnah”. Dalam bahasa Arab, kata “fitnah” berasal dari kata yang digunakan untuk menggambarkan proses penyaringan emas dari batu-batu lainnya. Karena itu “fitnah” merupakan sunnatullah yang akan mengenai para pelaku dakwah. Dengan “fitnah” Allah juga menyaring siapa hamba yang masuk golongan shadiqin dan siapa yang kadzib (dusta). Dan jika fitnah itu datang, sementara ia tidak siap menerimanya, besar kemungkinan akan terjadi pengubahan orientasi dalam perjuangannya. Dan itu membuat futur. Allah Berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka hati-hatilah kamu terhadap mereka.” (Al-Ahqaf: 14)

Kedelapan, bersahabat dengan orang-orang yang lemah (Berteman dengan orang-orang yang buruk dan bersemangat rendah)

Kondisi lingkungan (biah) dapat menentukan kualitas seseorang. Teman yang baik akan melahirkan lingkungan yang baik. Akan tumbuh suasana ta’awun atau tolong-menolong dan saling menasihatkan. Sementara teman yang buruk dapat melunturkan hamasah (kemauan) yang semula telah menjadi tekad. Karena itu Rasulullah bersabda:

“Seseorang atas diri sahabatnya, hendaklah melihat salah seorang di antara kalian siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)

Kesembilan, spontanitas dalam beramal (Tidak ada perencanaan yang baik dalam beramal, baik dalam skala individu atau fardi maupun komunitas atau jama’i)

Amal yang tidak terencana, yang tidak memiliki tujuan sasaran dan sarana yang jelas, tidak dapat melahirkan hasil yang diharapkan. Hanya akan timbul kepenatan dalam berdakwah, sementara hasil yang ditunggu tak kunjung datang. Karena itu setiap amal harus memiliki minhajiatul amal (sistematika kerja). Hal ini akan membuat ringan dan mudahnya suatu amal.

Kesepuluh, jatuh dalam kemaksiatan (Meremehkan dosa dan maksiat)

Perbuatan maksiat membuat hati tertutup dengan kefasikan. Jika kondisi ini terjadi, sulit diharapkan seorang juru dakwah mampu beramal untuk jamaahnya. Bahkan untuk menjaga diri sendiri pun sulit.

Cara Mengobati Kelesuan

Saudaraku…

Untuk mengobati penyakit futur ini, beberapa ulama memberikan beberapa resep.

Pertama, jauhi kemaksiatan

Kemaksiatan akan mendatangkan kemungkaran Allah. Dan pada akhirnya membawa kepada kesesatan. Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu melampaui batas yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa musibah oleh kemurkaan-Ku, maka binasalah ia.” (Thaha: 81)

Jauh dari kemaksiatan akan mendatangkan hidup yang akan lebih berkah. Dengan keberkahan ini orang dapat terhindar dari penyakit futur. Allah berfirman:

“Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan dari bumi.” (Al-A’raf: 96)

Kedua, tekun mengamalkan amalan siang dan malam

Amalan siang dan malam dapat melindungi dan menjaga pelaku dakwah untuk selalu berhubungan dengan Allah swt. Hal ini dapat menjauhkannya dari perbuatan yang tidak mendapat restu dari Allah.

Allah berfirman:

“Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu, ialah orang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang (mengandung) keselamatan. Dan orang-orang yang melalui malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” (Al-Furqan: 63-64)

Ketiga, mengintai waktu-waktu yang baik

Dalam banyak hadits Rasulullah saw. banyak menginformasikan adanya waktu-waktu tertentu dimana Allah swt. lebih memperhatikan doa hamba-Nya. Sepertiga malam terakhir, hari Jum’at, antara dua khutbah, ba’da Ashar hari Jum’at, bulan Ramadhan, bulan Zulqaedah, Zulhijjah, Muharram, rajab dll. Waktu-waktu itu memiliki keistimewaan yang dapat mengangkat derajat seseorang di hadapan Allah.

Keempat, menjauhi hal-hal yang berlebihan.

Berlebihan dalam kebaikan bukan merupakan tindakan bijaksana. Apalagi berlebihan dalam keburukan. Allah memerintah manusia sesuai dengan kemampuannya.

Firman Allah:

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kesanggupanmu!” (At-Taghabun: 6)

Islam adalah Din tawazun (keseimbangan). Disuruhnya pemeluknya memperhatikan akhirat, namun jangan melupakan kehidupan dunia. Seluruh anggota tubuh dan jiwa mempunyai haknya masing-masing yang harus ditunaikan. Dalam ayat lain Allah berfirman:

“Demikianlah kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan (adil) dan pilihan. (Al-Baqarah: 143)

Kelima, melazimi Jamaah

“Berjamaah itu rahmat, Firqah (perpecahan) itu azab.” demikian sabda Rasulullah. Dalam hadits yang lain beliau bersabda: “Barangsiapa yang menghendaki tengahnya surga, hendaklah ia melazimi jamaah.”

Dengan jamaah seorang muharrik akan selalu berada dalam majelis dzikir dan pikir. Hal ini membuatnya selalu terikat dengan komitmennya semula. Juga jamaah dapat memberikan program dan kegiatan yang variatif. Sehingga terhindarlah ia dari kebosanan dan rutinitas.

Keenam, mengenal kendala yang akan menghadang

Saudaraku…

Pengetahuan pelaku dakwah dan pejuang akan tabiat jalan yang hendak dilalui serta rambu-rambu yang ada, akan membuatnya siap, minimal tidak gentar, untuk menjalani rintangan yang akan datang. Allah berfirman:

“Dan beberapa banyak Nabi yang berperang bersama mereka sebagian besar karena bencana yang menimpa di jalan Allah, dan tidak pula lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Ketujuh, teliti dan sistemik dalam kerja.

Dengan perencanaan yang baik, Pembagian tugas yang jelas, serta kesadaran akan tanggung jawab yang diemban, dapat membuat harakah menjadi harakatul muntijah (harakah yang berhasil). Perencanaan akan menyadarkan pejuang, bahwa jalan yang ditempuh amat panjang. Tujuan yang akan dicapai amat besar. Karena itu juga dibutuhkan waktu, amal dan percobaan yang besar. Jika ini semua telah dimengerti, insya Allah akan tercapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan.

Kedelapan, memilih teman yang shalih

Rasulullah bersabda:

“Seseorang tergantung pada sahabatnya, maka hendaklah ia melihat dengan siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)

Kesembilan, menghibur diri dengan hal yang mubah

Bercengkerama dengan keluarga, mengambil secukupnya kegiatan rekreatif serta memberikan hak badan secara cukup mampu membuat diri menjadi segar kembali untuk melanjutkan amal yang sedang dikerjakan.

Kesepuluh, mengingat mati, surga dan neraka

Rasulullah bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”

Saudaraku…

Ketahuilah, bahwa futur menyebabkan jalan dakwah yang harus di tempuh menjadi lebih panjang, sebab tidak mendapatkan ma’iyatullah (kebersamaan dan pembelaan Allah) dan daya intilaq (lompatan) kita menjadi lebih berat, baik karena borosnya biaya dan rontoknya para pejuang dan penyeru dakwah. Mudah-mudahan Allah selalu menjaga kita, Amin. Wallahu a’lam bis shawab

 

simkuring

Foto saya
orang biasa yang mempunyai mimpi luar biasa

barudak